Metode Pembelajaran Discovery
Metode pembelajaran discovery (penemuan)
adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak
memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui
pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajarandiscovery (penemuan)
kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat
menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri.
Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat
dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa
konsep atau prinsip.
Metode discovery diartikan
sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi
objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan Bruner menyatakan bahwa
anak harus berperan aktif didalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas
itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut discovery. Discovery yang
dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu
konsep atau prinsip.
Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu
mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara
lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan,
menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini
siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru
hanya membimbing dan memberikan intruksi. Dengan demikian pembelajarandiscovery ialah
suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui
tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar
anak dapat belajar sendiri.
Metode pembelajaran discovery merupakan
suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam
belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak
sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan
konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya.
Tiga ciri utama belajar
menemukan yaitu:
1. mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk
menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan;
2. berpusat pada siswa;
3. kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru
dan pengetahuan yang sudah ada.
Blake et al. membahas
tentang filsafat penemuan yang dipublikasikan oleh Whewell. Whewell mengajukan
model penemuan dengan tiga tahap, yaitu: (1) mengklarifikasi; (2) menarik
kesimpulan secara induksi; (3) pembuktian kebenaran (verifikasi).
Langkah-langkah pembelajaran discovery adalah
sebagai berikut:
1. identifikasi kebutuhan siswa;
2. seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip,
pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan;
3. seleksi bahan, problema/ tugas-tugas;
4. membantu dan memperjelas tugas/ problema yang
dihadapi siswa serta peranan masing-masing siswa;
5. mempersiapkan kelas dan alat-alat yang
diperlukan;
6. mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang
akan dipecahkan;
7. memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan
penemuan;
8. membantu siswa dengan informasi/ data jika
diperlukan oleh siswa;
9. memimpin analisis sendiri (self analysis)
dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi masalah;
10. merangsang terjadinya interaksi antara siswa
dengan siswa;
11. membantu siswa merumuskan prinsip dan
generalisasi hasil penemuannya.
Salah satu metode belajar
yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah
metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini: (1)
merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif; (2) dengan
menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang
diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa; (3)
pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul
dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain; (4) dengan
menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai salah
satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar
berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri,
kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata.
Beberapa keuntungan
belajar discovery yaitu: (1) pengetahuan bertahan lama dan
mudah diingat; (2) hasil belajar discovery mempunyai efek
transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya; (3) secara menyeluruh
belajar discoverymeningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk
berpikir bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih
keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah
tanpa pertolongan orang lain.
Beberapa keunggulan metode penemuan juga diungkapkan oleh
Suherman, dkk (2001: 179) sebagai berikut:
1. siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia
berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir;
2. siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab
mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini
lebih lama diingat;
3. menemukan sendiri menimbulkan rasa puas.
Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat
belajarnya meningkat;
4. siswa yang memperoleh pengetahuan dengan
metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai
konteks;
5. metode ini melatih siswa untuk lebih banyak
belajar sendiri.
Selain memiliki beberapa
keuntungan, metode discovery (penemuan) juga memiliki beberapa
kelemahan, diantaranya membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan
dengan belajar menerima. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan
bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan
dan dengan memberikan informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi
tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan
oleh guru sebelum pembelajaran dimulai.
Metode discovery (penemuan)
yang mungkin dilaksanakan pada siswa SMP adalah metode penemuan terbimbing. Hal
ini dikarenakan siswa SMP masih memerlukan bantuan guru sebelum menjadi penemu
murni. Oleh sebab itu metode discovery (penemuan) yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah metode discovery (penemuan)
terbimbing (guided discovery).
DAFTAR PUSTAKA
Suherman, dkk.
(2001). Common TexBook Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung.